Kamis, 08 Juli 2010

Kambing Hitam

Danu, 4 tahun, sedang berlari-larian di halaman depan rumah. Sang ibu mengawasinya dengan penuh perhatian. Sesekali, sang ibu berteriak, “Jangan kesana, sayang.” Karena sangat menikmati permaiannya, Danu kurang waspada. Dia terantuk batu dan jatuh. Sebetulnya, jatuhnya sendiri tidak membuat Danu terluka. Namun, karena sang ibu berteriak karena kuatir, Danu menjadi kaget, takut, dan akhirnya menangis.

Sang ibu ingin membuat Danu berhenti menangis, maka dia berkata, “Diamlah, sayang. Kodoknya nakal, ya. Kodoknya bikin Danu jatuh. Ayo, kita pukul kodoknya.” Lalu, dengan bergaya seolah-olah ada kodok disitu, sang ibu mulai memukul-mukul tanah. Danu menjadi tenang kembali.
Kejadian seperti ini atau yang serupa dengan ini sering kita jumpai di kampung-kampung. Ibu-ibu mencoba mencarikan kambing hitam bagi anak-anaknya. Jika ibu si Danu itu seorang ibu yang bijaksana, mestinya dia bisa menasehati Danu untuk lebih berhati-hati sehingga tidak terantuk batu lalu jatuh. Sebaliknya dari melakukan hal itu, ibu si Danu malahan mencarikan kambing hitam. Kodok yang salah.
Hari ini kodok yang dipersalahkan atas jatuhnya Danu dan harus dipukuli. Besok jika Danu jatuh lagi, maka kuda yang dijadikan kambing hitam, lusa kerbau, bulan depan lurah, tahun depan camat, bupati, dan begitu seterusnya sampai suatu saat Tuhan akan dijadikan kambing hitam.
Budaya mencari kambing hitam ini menyebabkan generasi kita menjadi generasi yang tidak bisa mawas diri, tidak bisa introspeksi. Mereka hanya bisa menyalahkan keadaan atau orang lain. Kalau mereka mengalami kegagalan, mereka akan menimpakan kesalahan itu pada orang lain.
Bagaimana dengan generasi muda di gereja? Tidak jauh berbeda. Semua ini produk dari generasi sebelumnya, yang selalu mencarikan kambing hitam untuk mereka. Kini, mereka mencari sendiri kambing hitam mereka. Dengan menyembelih kambing hitam, persoalan atau masalah tidak terselesaikan. Dengan melempar kesalahan pada orang lain, diri sendiri tidak tertangani dengan benar.
Sebaiknyalah, kini kita berhenti dari kesibukan mencari kambing hitam. Biarlah kini, kita menyibukkan diri untuk membenahi diri kita sendiri. Setiap kesalahan atau kegagalanku adalah tanggung jawabku. It’s my own responsibility. I should not blame others.
Daripada menyembelih kambing hitam, kita sebaiknya memuliakan Anak Domba Allah. (david Solafide)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar